Minggu, 23 Maret 2014

Banas Pati Godong Gunung Argopuro


Puncak Argopuro
Cerita ini terangkat dari pengalaman pribadi ketika melakukan pendakian di Gn. Argopuro Lasem bukan gunungArgopuro yang berada di Probolinggo Jawa Timur. Pengalaman ini hanya ditemui sekali tapi cukup membekas sampai sekarang. Tanggal kejadian persisnya agak lupa, yang pasti sekitar tahun 1995 lampau. Saat itu gunung Argopuro masih berupa belantara yang penuh dengan vegetasi rimba yang sesungguhnya.
Pada saat itu, Argopuro dipenuhi tanaman rotan atau Calamus Rotang dan aneka tanaman perdu yang menjadikan view Argopuro terkesan singup atau angker.
Perjalanan ke Argopuro pada saat itu sengaja dilakukan malam hari, sebagaimana kebiasaan anak anak Reppala yang suka mendaki malam hari. Maklum jarak tempuh antara secretariat Reppala dan Argopuro yang tidak terlalu jauh dan hanya butuh waktu 3 jam saja untuk sampai ke puncak, sehingga perjalanan malam menjadi alternative paling pas.  Bersama 3 pendaki dari Reppala sudah melakukan persiapan standar langsung meluncur ke desa Ngroto – Kec. Pancur Kabupaten Rembang. Desa Ngroto ini adalah desa terakhir di lereng Gunung Argopuro, tepatnya di bilik warung Mbah Dahuri, semua pendaki transit melakukan registrasi seperlunya.
Perjalanan pendakianpun dimulai dengan start dari Posko di bilik warung Mbah Dahuri diteruskan melewati rute utama jalan setapak yang berupa batu belah yang tersusun rapi. Perjalanan normal dengan penerangan senter tidak menjadi kendala, karena sudah biasa dengan perjalanan malam. Kalaupun dihitung maka pendakian yang kali itu mungkin sudah pada hitungan puluhan, banget seringnya. Perjalanan  lanjut dan non stop selama 1,5 jam, dan sempat berhenti ketika 3 kawan pendaki (Tri Yulianto, Kristina dan Tri Utami) memeriksa kondisi senter yang rupanya sudah low bat. Dengan satu senter perjalananpun diteruskan meski harus lebih lamban dari sebelumnya.
Begitu sampai di pertigaan Blok 8, perjalanan sempat terhambat karena senter satu satunya pun ikut ngadat alias tidak mau menyala. Rombongan berhenti beristirahat sekalian mencoba utak atik senter supaya bisa berfungsi kembali. Perjalanan sesungguhnya tinggal menyisakan setengah jam perjalanan lagi sampai ke puncak. Dari pertigaan blok 8, pendaki tinggal ambil navigasi ke arah kanan langsung menuju ke Puncak Argopuro. Selama istirahat mendadak dikejutkan suara asing , yang terdengar seperti suara bebek atau itik, dengan sangat jelas dan kuat. Suara “ kwak kwak” itu semula berasal dari kaki lembah merayap naik sampai di sekitar pertigaan blok 8. Kami berempat sempat panik menghadapi situasi pada saat itu, antara heran dan takjub ditambah takut luar biasa. Suara “Kwak Kwak” bukannya segera pergi dari sekitar lembah dimana kami berdiri melainkan makin keras dan keras. Sambil tetap berdoa, senter yang kami utak atik itu akhirnya bisa berfungsi. Senter kemudian kami sorotkan kearah suara yang berada di sekitar kami untuk memastikan pemandangan yang sesungguhnya. Tidak banyak yang bisa kami lihat, suara “Kwak Kwak” mendadak hilang secara serentak begitu tersapu sorotan senter. Dalam keadaan keheranan dan syukur telah keluar dari kesulitan, kami secara terburu buru meneruskan perjalanan kearah puncak meninggalkan lembah di pertigaan Blok 8.
Selama di puncak Argopuro kami sama sekali berusaha melupakan kejadian bertemu dengan suara “ Kwak Kwak”. Paginya kami segera meluncur turun gunung dan transit di Posko Mbah Dahuri. Disana kami sempat ceritakan pengalaman langka semalam dikepung suara “Kwak Kwak” dengan orang orang desa. Dari mereka,  kami  mendapakan penjelasan bahwa fenomena suara “Kwak Kwak” itu berasal dari bangsa halus yang oleh warga desa Ngroto disebut Banas Pati Godong.

Apa Info berikutnya ?