Kamis, 13 Maret 2014

Saya Akan Berdialog Dengan Anak


Yang pertama saya lakukan untuk menyelamatkan hutan Indonesia adalah berdiskusi dengan anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak, Parlemen Anak, dan Kelompok Anak. Mereka adalah pemilik masa depan, mereka mengetahui kebutuhan dan keinginan untuk memperlakukan hutan
sebagai sumber daya alam yang harus dikelolah secara sistematis dan berkelanjutan untuk kesejahteraan anak, masyarakat, dan negara.
Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, saya sebagai Presiden harus berlaku adil terhadap anak-anak, terutama anak-anak pribumi yang mendiami hutan, seperti mereka yang ada di Suku Anak Dalam, Asmat Papua, Dayak Kalimantan, Polahi Gorontalo, Badui Banten, Sasak Nusa Tenggara, pendek kata mereka inilah memilik masa depan. Presiden akan mengeluarkan kebijakan yang memperhatikan kepentingan terbaik anak, tidak diskriminasi, selain itu kebijakan dan program memperhatikan hak hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, khususnya yang ada di lereng-lereng gunung, pedalaman, dan di tengah hutan. Upaya lain yang tidak kalah penting, saya meminta para menteri dalam menyusun kebijakan dan program menghargai dan menghormati pandangan anak. Karena kebijakan yang saya terbitkan sangat berdampak pada anak-anak. Sebagai pemimpin, saya harus menghargai dan menghormati pandangan anak. Tidak cukup didengar, tetapi benar-benar dilaksanakan.
Para pengusaha yang selama ini menikmati kekayaan alam yang tidak memperhatikan kepentingan terbaik anak, saya minta untuk dievaluasi, apakah kegiatan bisnis mereka selama ini berdampak negatif para perkembangan anak. Perusahaan yang dianggap lalai akan diselidiki dan dituntut melalui jalur hukum. Perundang-undangan yang mengatur hal tersebut, menurut saya sudah lengkap. Yang kurang adalah penegakan hukumnya, terutama sosialisasi kepada perusahaan, aparat negara, dan masyarakat, termasuk anak.
Para pebisnis yang sangat memperhatikan kelestarian alam, kepada mereka diberi peluang untuk melanjutkan usahanya, tetapi mereka harus melakukan review rencana kerja perusahaan dengan meminta pandangan anak. Intinya, perusahaan tersebut benar-benar memperhatikan ketentuan dan prinsip Konvensi Hak Anak.
Langkah kedua, setelah saya menjadi Presiden mengajak untuk berdialog dengan para tokoh adat, termasuk mereka yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Poin penting yang saya ingin diskusikan, apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan para masyarakat adat terhadap pengelolaan hutan, khususnya yang bersinggungan dengan pengelolaan tanah ulayat. Rekomendasi dari dialog ini menjadi dasar saya untuk dalam menyusun kebijakan dan program. Saya juga berharap para tokoh masyarakat terus menerus untuk mengingatkan saya, jangan sampai menyalahi ketentuan adat. Saya dapat membayangkan, besar harapan dari masyarakat adat, mereka mendapatkan ruang untuk memperlakukan hutan seperti apa yang dilakukan oleh para pendahulunya, yaitu mengembalikan hutan sebagai sumber daya yang dapat mensejahterakan umat manusia.
Langkah ketiga, saya meminta kepada Universitas dan Lembaga Penelitian untuk melakukan kajian yang komprehensif terutama menyangkut  kebijakan dan program yang berlaku selama ini. Yang sangat penting juga saya berharap ada peta digital terkait dengan kondisi terkini hutan-hutan di Indonesia, sehingga ada data dasar yang menjadi acuan dalam memperbaharui kebijakan yang ada. Badan Pertanahan untuk mereview seluruh sertifikat yang dimiliki oleh individu dan perusahaan yang berada di sekitar hutan.
Hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia, salah mengelolah, berdampak buruk bagi iklim dunia. Ambil contoh, Singapura dan Malaysia sangat merasakan dampak asap, karena adanya aktivitas pembakaran hutan. Saya akan bekerjasama dengan Negara-negara yang mendukung Protokol Kyoto, minus Amerika Serikat. Begitu juga saya akan bekerjasama dengan Pangeran Charles yang sangat peduli terhadap kelestarian hutan Indonesia. Selain itu, Cristiano Ronaldo sebagai Duta Manggrove. Mereka ini menjadi mitra saya untuk mendorong dunia Internasional untuk memboikot produk-produk dari perusahaan yang merusak hutan, seperti perusahaan sawit, ekstrak, pertambangan mineral,  dan kertas. Saya berharap mereka ambil bagian dalam mempromosikan Selamatkan Hutan Indonesia dari perusahaan multinasional yang tidak memperhatikan kepentingan terbaik anak.
Upaya lain, saya mendorong Menteri Kehutanan untuk berkoordinasi dengan menteri terkait, termasuk kelompok anak  untuk menyusun Rencana Aksi Nasonal Penyelamatan Hutan Indonesia. RAN ini menjadi rujukan bagi pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam memperlakukan dan mengelolah hutan secara bijak.
Karena saya bukan anggota salah satu partai politik di Indonesia, ide cerdas ini saya persembahkan kepada Calon Presiden yang berlatar belakang di bidang kehutanan dan kepada Partai Politik yang tidak berafiliasi dengan perusahaan yang merusak hutan.