Senin, 18 November 2013

Apa kabar sungai itu sekarang?

Peta Sungai Pamotan
(Kiriman Yogas Ardiansyah)
Malam itu, 13-11-13, Pamotan ramai dan hangat. Ramai, karena desa yang biasanya tenang ini sedang berhajat memilih kepala desa baru. Hangat, karena calon pemenang masih belum bisa diketahui sampai dengan selepas maghrib. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, rasanya itu bukan concern Reppala.
Yang lebih hangat lagi, malam ini saya bisa mampir ke Palan, ke basecamp Reppala, ke rumah Mas Topo. Semakin hangat lagi, karena kami berbincang mengenai masa depan organisasi "kecil" bernama Reppala, mengenai apa yang bisa diperbuat selanjutnya, mengenai impian-impian besar tentang Reppala yang rasanya hampir tidak mungkin dilakukan.

Nafsu pol, tenaga nol. Itulah mungkin tema yang tepat untuk menggambarkan obrolan saya dengan Mas Topo malam itu. Kami berdua punya ide-ide besar, tapi situasi dan kondisi sungguh tidak mendukung. Pertama, sepertinya anak-anak Reppala memang sudah bukan anak-anak lagi. Sebagian besar sudah menyebar kemana-mana, menempuh garis hidup masing-masing, sekalipun kami yakin masih membawa semangat paseduluran Reppala. Hanya para anggota baru yang masih berdomisili di sekiatar Pamotan, itupun sudah sibuk dengan studi dan aktivitas masing-masing pula. Kedua, masihkah ada waktu untuk korea-koreanan (kumpul beramai-ramai) seperti dulu lagi ketika urusan pekerjaan dan keluarga lebih penting menanti? Dan ketiga, kira-kira Reppala punya aset berapa miliar untuk berkegiatan? Paling tidak, puluhan juta diperlukan untuk sebuah reuni akbar. Setidaknya, puluhan juta diperlukan untuk lomba lintas tingkat kabupaten. Minimal, puluhan juta diperlukan untuk menyelenggarakan invitasi lomba panjat tebing minimal tingkat karesidenan.
Lalu betulkah Reppala sama sekali tidak punya kemampuan untuk beraktifitas lagi? Bukankah ia sudah didirikan sejak tahun 1986? Bukankah ia organisasi pencinta alam di Rembang yang sampai tahun ini masih merekrut anggota baru? Masak sih benar-benar sudah tidak bisa apa-apa lagi?

Di sela-sela konvoi sepeda motor salah satu kandidat calon Kades yang melintas di depan secretariat, saya dan Mas Topo bertukar ide membuat kegiatan yang murah, mudah, sederhana, mencerminkan ke-Reppala-an, dan bisa diinternetkan : artinya, bisa diakses dan dipublikasikan melalui internet. Pikiran kami kemudian sedikit-demi sedikit mengarah ke sungai Pamotan.

Ya, sungai Pamotan. Sungai yang membelah desa Pamotan. Sungai menjadi tulang punggung irigasi bentang sawah yang menghambar sejak dari nDalor, Ngasinan, hingga nJumput, hingga Ngangkatan, hingga Ringin, yang membuat sawah-sawah itu mampu dipanen sampai paling tidak tiga kali setahun. Sungai yang menjadi tumpuan mandi, cuci dan buangan belasan ribu warga Pamotan. Sungai yang hulunya kabarnya disedot PDAM untuk bahan baku air bersihnya. Sungai yang semasa kecil saya mewarnai memori dengan legenda “Gundreng”-nya. Sungai yang kedalamannya tak bisa terukur di beberapa tempat saking dalamnya : Dung Jero di kampung ngGlanggang dan kali Dokok di belakang madrasah Diniyah Al Fatimiyah. Sungai yang menjadi buangan sampah di sepanjang alirannya. Sungai yang tak pernah marah walau begitu sering disakiti dengan racun decis dan setrum aki demi iwak wadernya. Sungai yang tepat berada di belakang Rumah Mas Topo sendiri, tepat di belakang sekretariat Reppala. Sungai yang begitu baik, saking baiknya, hingga orang-orang tidak menyadari lagi kebaikan sungai itu. Apa kabar sungai itu sekarang?
Lalu apa yang bisa dilakukan Reppala? Secara singkat, yang bisa kita lakukan adalah membersihkannya.

(-) Membersihkan sungai? Yang benar saja! Kalau bercanda jangan kebangetan.
Tidak. Ini serius. Bergantung apakah kita benar-benar mau melakukan atau tidak.

(-) Kan berat banget membersihkan sungai sepanjang itu?
Tentu tidak dibersihkan semua, tapi wilayah-wilayah yang bisa dijangkau saja, sesuai kemampuan. Dimulai dari belakang rumah Mas Topo. Paling tidak seratus meter dari rumah itu. Kalau tak sanggup, paling tidak limapuluh meter dari wilayah itu. Kalau masih berat, paling tidak sepuluh meter dari wilayah itu. Kalau itupun ternyata berat, ya dibelakang rumah rumah Mas Topo saja, tidak usah kemana-mana.

(-) Lalu bagaimana caranya?
Ya dibersihkan. Minimal, diambil sampah-sampah plastiknya, dikumpulkan lalu dibakar. Itu saja.

(-) Waktunya kapan?
Sedang dibicarakan. Bisa bulan depan, bisa bulan depannya lagi. Bisa juga Desember ini, sekaligus memperingati ultah Reppala.

(-) Akan jadi agenda rutin?
Idelanya begitu. Paling tidak, sebulan sekali. Kalau berat, dua bulan sekali. Kalau masih berat, enam bulan sekali. Kalau juga masih berat, setahun sekali, setiap ultah Reppala.

(-) Siapa saja yang ikut?
Siapa saja boleh ikut. Setidaknya ada sekitar duapuluhan anggota Reppala yang potensial ikut. Kalau tak bisa ya minimal sepuluh orang. Kalau tak bisa lagi ya minimal lima orang. Kalau masih tak bisa ya minimal tiga atau dua orang.

(-) Kalau tak bisa ikut karena jauh bagaimana?
Bisa membantu. Paling tidak membantu doa. Lebih bagus lagi, membantu mempublikasikan atau me-like dokumentasi yang rencananya akan diunggah di FB. Luebih bagus lagi, kirim makanan untuk konsumsi. Lueeebih bagus lagi, kirim duit untuk konsumsi.

(-) Kalau nanti dianggap gila karena mengadakan acara aneh-aneh?
Sejak dulu Reppala sering dianggap gila, kan? Naik gunung jauh-jauh buang-buang duit, bikin wall panjat tebing dan rappelling di bukit Kare adalah beberapa aktifitas Reppala yang tidak lazim dilakukan di Pamotan. Kalau sekarang mau bikin acara aneh lagi, ya apa salahnya.

(-) Bagaimana memulai kegiatan ini?
Mas Topo mengusulkan, dimulai dengan meng-upload foto-foto kondisi Kali Pamotan sekarang ini yang kondisinya memprihatinkan. Teman-teman yang kebetulan lewat kali dan bawa hp berkamera, tinggal jepret saja, lalu upload ke FB Group Reppala ini. Dengan begitu, siapa tahu bisa menggugah minat yang melihatnya. Lalu merencanakan waktu dan lokasi bersih-bersih, tidak lupa mendokumentasikannya, lalu dipublikasikan di FB. Kalau dilakukan dengan kontinyu, semoga bisa menggugah kesadaran warga. Itu saja, tidak muluk-muluk.

(-) Sebetulnya tujuan kegiatan ini apa?
Idealnya, edukasi dan kampanye tentang mencintai alam, agar orang-orang menyadari hidup selaras dengan alam, agar orang-orang tidak mengotori dan merusak sungai. Siapa tahu, ada Kepala Desa yang ikut berpartisipasi, siapa tahu, ada Camat yang ikut membantu. Siapa tahu, ada Bupati yang peduli. Siapa tahu lho ya…

(-) Ada konsumsinya?
Diusahakan ada. Nek isa yo nyembeléh pitik. Nek ora isa ya sega pincukan. Nek ora isa meneh ya telo tah jagung godhok. Nek ora isa meneh ya udut sak lêr. Puaaaaling ora ya banyu putéh.

Ada begitu banyak pertanyaan dan kebimbangan. Tetapi sebuah ide baik tak perlu terlalu banyak diisi dengan pertanyaan dan kebimbangan. Mari lakukan sajalah. Kalau berhasil, syukur. Kalau berkelanjutan, syukur alhamdulillah. Kalau berdampak positif, syukur alhamdulillah banget. Kalau gagal, ya gak masalah. Kegagalan pasti akan disambung dengan munculnya ide-ide berikutnya. Minimal pernah berbuat. Minimal lagi, pernah berpikir.

-98126-