Bagaimana deforestasi dari perkebunan kelapa sawit mendorong harimau Sumatera menuju kepunahan. 
Saat ini hanya sekitar 400 ekor harimau diperkirakan tersisa di 
hutan-hutan hujan Sumatra – yang berkurang secara pesat – seperempat 
juta hektar tiap tahunnya. Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan kayu 
pulp/HTI (Hutan Tanaman Industri) adalah penyebab hampir dua pertiga 
kerusakan habitat harimau dalam kurun waktu antara 2009 sampai 2011, 
periode paling akhir dimana data resmi pemerintah Indonesia tersedia. 
Kerusakan semacam ini memfragmentasi wilayah besar hutan ruang hidup 
harimau untuk berburu.
Keadaan ini juga meningkatkan kontak dengan manusia; yang mengakibatkan meningkatnya perburuan harimau liar untuk perdagangan kulit dan obat-obatan tradisional serta meningkatnya serangan harimau yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dan harimau.
Keadaan ini juga meningkatkan kontak dengan manusia; yang mengakibatkan meningkatnya perburuan harimau liar untuk perdagangan kulit dan obat-obatan tradisional serta meningkatnya serangan harimau yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dan harimau.
Menurunnya populasi harimau Sumatra adalah indikasi hilangnya hutan, 
keanekaragaman hayati dan juga kestabilan iklim. Musim kemarau ini 
kebakaran besar yang disengaja maupun tidak, berkobar di Sumatra 
terutama di provinsi Riau dan menghancurkan ratusan ribu hektar hutan 
hujan – termasuk hutan lahan gambut dalam yang merupakan habitat 
terakhir harimau di provinsi ini. Kebakaran tersebut tercatat memecahkan
 rekor yang mengakibatkan terlepasnya gas rumahkaca (GRK) dan polutan 
dalam jumlah besar dimana kabut asapnya yang jauh hingga mencapai 
Thailand.
Menurut pemerintah Indonesia, 85% dari emisi GRK
negri ini berasal
 dari perubahan peruntukan lahan (terutama yang berkaitan dengan 
deforestasi untuk perkebunan atau pertanian), dan sekitar separuhnya 
berkaitan dengan lahan gambut. Bahkan habitat harimau Sumatra dalam 
wilayah lindung seperti Taman Nasional Tesso Nilo yang terkenal di dunia
 telah dihancurkan oleh perambahan untuk produksi minyak kelapa sawit 
ilegal, dan pejabat pemerintahpun mengakui bahwa perlindungan wilayah 
ini hanya ada di atas kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar