Kamis, 03 Oktober 2013

Laut Indonesia dalam Krisis (Kiriman Greenpeace)


Kekayaan  Laut Indonesia


Dengan 17.504 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan  terbesar  di dunia1. Garis pantainya mencapai 95.181 kilometer persegi, terpanjang di dunia  setelah  Kanada, Amerika Serikat dan Rusia. Enam puluh  lima persen  dari total  467 kabupaten/kota yang ada di Indonesia berada di pesisir2. Pada 2010 populasi penduduk Indonesia mencapai  lebih dari 237 juta orang3, dimana   lebih   dari  80%  hidup   di  kawasan pesisir4.
Kepulauan      Indonesia       terbentang        antara terumbu karang di Indonesia mencapai  50.875   kilometer  persegi5, atau  sekitar 18% dari total kawasan   terumbu  karang   dunia.   Sebagian besar  terumbu karang  ini berlokasi di bagian timur Indonesia, di wilayah yang lazim disebut segitiga karang (coral triangle).

Terumbu karang Indonesia di kawasan segitiga karang  adalah  salah satu  yang  terkaya dalam keanekaragaman hayati di dunia, rumah  bagi sekitar 590 spesies  karang  keras6. Terumbu di Kepulauan  Raja  Ampat  diakui  para ilmuwan     sebagai    pusat       keanekaragaman        hayati terumbu karang dunia7.

Selain membawa keuntungan ekonomi, ekosis- tem  terumbu karang  melindungi  pantai  dari hantaman gelombang, sehingga  mengurangi abrasi dan kerusakan. Terumbu karang juga berkontribusi kepada sektor penangkapan ikan dengan menyediakan  daerah  pemijahan  dan asuhan, penyediaan makanan dan tempat berlindung beragam jenis mahluk laut.

Indonesia     mempunyai     sebaran     ekosistem mangrove  yang luas, bahkan terbesar  di dunia (FAO, 2007). Menurut Spalding et al. pada 2010 diperkirakan    luas   mangrove    di   Indonesia sekitar 3,189,359 hektar, hampir mencapai 60% luas total mangrove  Asia Tenggara. Jumlah ini juga merupakan  20% dari total tutupan mangrove yang ada di dunia. Menurut FAO, ada
48 spesies  mangrove  di Indonesia, membuat Indonesia menjadi pusat penting  keanekaraga- man hayati mangrove dunia.

Ekosistem padang lamun  Indonesia diperkira- kan sebesar 30,000 km2,dimana terdapat 30 dari
60 spesies padang lamun yang ada di dunia8.





 Ekosistem Laut Indonesia    dalam Ancaman

Meski pemerintah telah berinisiatif untuk mem- impin upaya konservasi, sebagian  besar ekosis- tem laut Indonesia yang luas ini masih berada dalam ancaman.

Menurut World Resources Institute, pada  2011 ada 139.000 kilometer persegi kawasan wilayah laut yang dilindungi di Indonesia9. Pemerintah berkomitmen                           meningkatkannya menjadi
200.000 kilometer  persegi  pada  202010. Tetapi pengelolaan kekayaan  sumberdaya  hayati pesisir dan kawasan terlindungi ini masih menjadi tantangan berat.
Data terbaru  (2012) Pusat  Penelitian  Oseano- karang Indonesia yang tergolong sangat  baik.
Sementara    27,18%-nya   digolongkan    dalam
kondisi baik, 37,25% dalam kondisi cukup, dan
30,45% berada  dalam kondisi buruk11. Bahkan, Burke, dkk. menyebutkan  setengah abad terakhir ini degradasi  terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%12.

Penyebab  kerusakan terumbu karang diantara- nya adalah pembangunan di kawasan pesisir, pembuangan limbah dari berbagai aktivitas di


darat maupun di laut, sedimentasi  akibat rusaknya wilayah hulu dan daerah aliran sungai, pertambangan,   penangkapan  ikan  merusak yang  menggunakan sianida dan  alat tangkap terlarang, pemutihan karang akibat perubahan iklim, serta penambangan terumbu karang.

Indonesia sudah kehilangan sebagian  besar mangrovenya. Dari 1982 hingga  2000, Indone- sia telah kehilangan  lebih dari setengah hutan mangrove, dari 4,2 juta  hektar  hingga  2 juta hektar13.

Masalah yang  dihadapi  oleh  terumbu karang dan mangrove  juga dialami ekosistem padang lamun. Ekosistem padang lamun Indonesia kurang  dipelajari  dibanding   terumbu karang dan  mangrove. Tetapi berdasar  berbagai indikasi, padang lamun  juga  rentan  terhadap gangguan alam dan kegiatan manusia. Seperti pengerukan terkait  pembangunan real estate pinggir laut, pelabuhan, industri, saluran navigasi, limbah industri terutama logam berat dan    senyawa                 organolokrin,        pembuangan limbah organik, limbah pertanian, pencemaran minyak, dan perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan14.

Tidak ada komentar: