Minggu, 01 Januari 2012

Tips Mendaki Gunung (kiriman Yogas Ardiansyah)



Hampir semua organisasi yang menamakan dirinya sebagai pencinta alam mempunyai aktifitas mendaki gunung. Beruntunglah kita yang ada di Reppala ini, karena sejak resmi terdaftar sebagai anggota, kita dilatih mendaki gunung secara baik dan benar, tidak asal-asalan saja. Bahkan, sewaktu saya jadi junior 13 tahun yang lalu, ada “kuliah” khusus bernama Manajemen Pendakian Gunung. Alhamdulillah, ketika punya adik-adik junior, saya sempat kebagian tugas mengajar mata kuliah tersebut. Bukan karena apa-apa, sebab hanya itulah yang saya bisa. Meng-handle Baca Peta, jelas tidak mungkin. Wong saya yang paling rajin kesasar. Membahas Survival, semakin tidak mungkin. Wong diantara teman seangkatan, saya yang porsi makannya paling banyak. 
Para senior kita dulu sangat ketat kalau bicara soal mendaki gunung, bahkan sekelas “bukit” Argopuro sekalipun. Mereka ingin anggota Reppala menjadi contoh yang baik untuk meng-edukasi pencinta alam lainnya, khususnya di Rembang dan sekitarnya. Jadi, tidak ada acara mendaki gunung hanya sangu roti dan kemulan sarung thok seperti yang buanyaaak banget dilakukan anak-anak lain. Mulai dari pakaian, tas, tenda, senter dan logistik, semua harus terencana dengan baik. Apalagi kalau hendak mendaki gunung besar, macam Merbabu, Lawu atau Sindoro-Sumbing. Persiapannya bisa berbulan-bulan, termasuk persiapan fisik dan nabung untuk umbal miyang-mulehnya. Nah, ngiras-ngirus mengenang dan memunculkan kembali semangat naik gunung seperti dulu, saya iseng-iseng mencoba menuliskan apa yang sudah para senior ajarkan dan yang saya alami sendiri dalam persiapan mendaki gunung.

1. Setelah menentukan gunung mana yang akan didaki, cari tahu bagaimana mencapai gunung tersebut, termasuk karakteristik jalurnya, musim pendakian yang tepat dan segala informasinya. Beruntung, kita punya Mas Topo yang sudah seperti kamus kalau ditanya soal gunung-gunung se-Jawa Tengah (mungkin se-Jawa malah).

2. Persiapkan fisik. Jangan malas jogging, sit-up, push-up, dll. Ini perlu sekali. Dulu, sebelum naik gunung, saya diharuskan lari Palan-Mbanyu PP. Kalau tidak kuat, berarti belum siap dan harus keluar dari tim pendakian. Galak banget ya.
3. Menjelang hari keberangkatan, persiapkan ubo-rampe dan peralatannya. Semua harus komplit dan lengkap. Buat daftar keperluan, lalu checking satu persatu. Setelah di-checking, lakukan double-checking sekali lagi. Lebih baik melengkapi yang kurang selagi di rumah daripada sudah di gunung. Barang yang sepertinya sepele seperti ponco atau senter, bisa menjadi masalah besar kalau tertinggal, bahkan bisa menentukan hidup dan mati kita di gunung nanti. Selain itu, perlu juga mengatur personel pendakian, seperti : siapa yang membawa carier logistik, carier alat, dsb. Di Reppala, pendakian adalah kerja tim, bukan individu. Setiap personil punya tugas yang dibagi rata. Ini mungkin terdengar agak berlebihan. Tetapi, anda tidak akan bisa mendaki gunung seorang diri. Hanya kerjasama yang baik dan saling men-support-lah yang bisa membawa anda naik dan turun dengan selamat.
4. Dihari keberangkatan, pastikan semua aspek fisik, mental dan peralatan sudah siap sempurna. Minta ijin baik-baik ke orang tua sebelum berangkat. Mengko mundak dikiro minggat. Sesampai di check-point pendakian, laporlah pada petugas setempat. Catatkan nama semua personil dan berapa hari rencana pendakian. Patuhi semua aturan yang sudah ditetapkan. Ada gunung yang konon punya pantangan tertentu. Jangan mbagusi coba-coba melanggarnya. Biasanya, ranger (petugas) gunung setempat akan mengecek juga peralatan dan logistik. Kalau kurang, anda harus melengkapi. Demi keamanan dan kebaikan, dan sebagai pendaki gunung yang tidak asal-asalan sangu roti dan kemulan sarung thok, anda harus mematuhinya.
5. Nah, ini yang paling penting. Selama proses mendaki, atur tenaga dengan baik. Segala macam diksar dan teori yang pernah diajarkan, akan dipraktekkan di sini. Nikmatilah tanjakannya, syukurilah bonus turunannya. Guyonan akan membantu menghilangkan lelah. Sejumput coklat –kalau tidak punya, ya gulo jowo elah, akan sangat membantu me-recharge energi. Minum seteguk demi seteguk, secukupnya saja. Saling membantu sesama anggota tim dan pendaki lain menjadi hal yang indah sekali. Jangan sekali-kali membuang sampang sepanjang jalan. Kalau anda bawa mie instan 10, ya nanti waktu pulang harus bawa bungkusnya sejumlah 10. Ingat, gunung bukan tempat sampah.  Setelah sampai puncak, luapkan seluruh perasaan yang ada. Mbengok sak banterem, mumpung ora ono tonggo sing krungu. Tapi ingat, segera turun kalau sudah jadwalnya turun. Jangan terlena di puncak. Puncak gunung adalah tempat yang cuacanya bisa berubah dalam hitungan menit. Apalagi kalau puncak gunung yang masih aktif. Salah menghitung waktu, bisa fatal akibatnya. Jangan ambil apapun dari puncak gunung. Mundak ono sing melu bali tekan Pamotan.. Haha.. Kalau mau memetik edelweis, ambillah satu-dua tangkai saja. Jangan sak pang dijabut kabeh. Itu bunga langka, hanya bisa tumbuh di gunung saja. Ingat semboyan pendaki yang baik : “tidak mengambil apapun selain kenangan, tidak meninggalkan apapun selain jejak langkah”. Akhirnya, berangkat dan pulang dengan sukses dan selamat.
6. Point ini yang sering dilupakan. Mendaki gunung, khususnya bagi kita anak-anak Reppala, adalah pencapaian besar dan pantas dibanggakan. Iso dinggo umuk. Untuk itu, dokumentasi adalah hal penting. Tapi, dokumentasi tidak hanya melulu berupa foto saja. Yang tidak kalah pentingnya tetapi suangat jarang dilakukan adalah dokumentasi tulisan! Sekali lagi beruntungnya kita, di Reppala, dokumantasi tulisan sudah sejak dulu dilakukan. Secara khusus, saya harus berterima kasih kepada Mas Iwan yang waktu itu melatih saya merintis mendokumentasi tulisan dan arsip Reppala. Dulu, saya selalu menulis setiap pendakian karena belum usum foto digital apalagi foto hape, jadi hanya dokumentasi tulisan yang bisa jadi kenangan –sayang, tulisannya sekarang entah ke mana. Tidak perlu menulis yang susah-susah, cukup seperti menulis diary saja. Misalnya, jam sekian mulai mendaki, jam sekian berhenti. Jam sekian istirahat. Ada kejadian begini. Ada panorama begitu. Di pos ini Oom Upit ketiduran, di tanjakan itu Oom Anang kebelet boker, misalnya lagi. Begitu saja, yang mudah-mudah saja. Catatan kita, bila digabung dengan foto-fotonya, akan menjadi sebuah tulisan jurnalistik yang hidup dan bermanfaat untuk acuan teman-teman yang akan mendaki berikutnya, sekaligus sebagai kenangan pribadi dan arsip. Hebat, tho?

Selamat ulang tahun untuk Reppala kita.
98126

Tidak ada komentar: