Hampir semua organisasi yang menamakan dirinya
sebagai pencinta alam mempunyai aktifitas mendaki gunung. Beruntunglah kita
yang ada di Reppala ini, karena sejak resmi terdaftar sebagai anggota, kita
dilatih mendaki gunung secara baik dan benar, tidak asal-asalan saja. Bahkan,
sewaktu saya jadi junior 13 tahun yang lalu, ada “kuliah” khusus bernama
Manajemen Pendakian Gunung. Alhamdulillah, ketika punya adik-adik junior, saya
sempat kebagian tugas mengajar mata kuliah tersebut. Bukan karena apa-apa,
sebab hanya itulah yang saya bisa. Meng-handle Baca Peta, jelas tidak mungkin.
Wong saya yang paling rajin kesasar. Membahas Survival, semakin tidak mungkin.
Wong diantara teman seangkatan, saya yang porsi makannya paling banyak.
Para senior kita dulu sangat ketat kalau bicara
soal mendaki gunung, bahkan sekelas “bukit” Argopuro sekalipun. Mereka ingin
anggota Reppala menjadi contoh yang baik untuk meng-edukasi pencinta alam
lainnya, khususnya di Rembang dan sekitarnya. Jadi, tidak ada acara mendaki
gunung hanya sangu roti dan kemulan sarung thok seperti yang buanyaaak banget
dilakukan anak-anak lain. Mulai dari pakaian, tas, tenda, senter dan logistik,
semua harus terencana dengan baik. Apalagi kalau hendak mendaki gunung besar,
macam Merbabu, Lawu atau Sindoro-Sumbing. Persiapannya bisa berbulan-bulan,
termasuk persiapan fisik dan nabung untuk umbal miyang-mulehnya. Nah,
ngiras-ngirus mengenang dan memunculkan kembali semangat naik gunung seperti
dulu, saya iseng-iseng mencoba menuliskan apa yang sudah para senior ajarkan
dan yang saya alami sendiri dalam persiapan mendaki gunung.
1. Setelah menentukan gunung mana yang akan didaki, cari tahu bagaimana mencapai gunung tersebut, termasuk karakteristik jalurnya, musim pendakian yang tepat dan segala informasinya. Beruntung, kita punya Mas Topo yang sudah seperti kamus kalau ditanya soal gunung-gunung se-Jawa Tengah (mungkin se-Jawa malah).
2. Persiapkan fisik. Jangan malas jogging, sit-up, push-up, dll. Ini perlu sekali. Dulu, sebelum naik gunung, saya diharuskan lari Palan-Mbanyu PP. Kalau tidak kuat, berarti belum siap dan harus keluar dari tim pendakian. Galak banget ya.
1. Setelah menentukan gunung mana yang akan didaki, cari tahu bagaimana mencapai gunung tersebut, termasuk karakteristik jalurnya, musim pendakian yang tepat dan segala informasinya. Beruntung, kita punya Mas Topo yang sudah seperti kamus kalau ditanya soal gunung-gunung se-Jawa Tengah (mungkin se-Jawa malah).
2. Persiapkan fisik. Jangan malas jogging, sit-up, push-up, dll. Ini perlu sekali. Dulu, sebelum naik gunung, saya diharuskan lari Palan-Mbanyu PP. Kalau tidak kuat, berarti belum siap dan harus keluar dari tim pendakian. Galak banget ya.
3. Menjelang hari keberangkatan, persiapkan
ubo-rampe dan peralatannya. Semua harus komplit dan lengkap. Buat daftar
keperluan, lalu checking satu persatu. Setelah di-checking, lakukan
double-checking sekali lagi. Lebih baik melengkapi yang kurang selagi di rumah
daripada sudah di gunung. Barang yang sepertinya sepele seperti ponco atau
senter, bisa menjadi masalah besar kalau tertinggal, bahkan bisa menentukan
hidup dan mati kita di gunung nanti. Selain itu, perlu juga mengatur personel
pendakian, seperti : siapa yang membawa carier logistik, carier alat, dsb. Di
Reppala, pendakian adalah kerja tim, bukan individu. Setiap personil punya
tugas yang dibagi rata. Ini mungkin terdengar agak berlebihan. Tetapi, anda
tidak akan bisa mendaki gunung seorang diri. Hanya kerjasama yang baik dan
saling men-support-lah yang bisa membawa anda naik dan turun dengan selamat.
4. Dihari keberangkatan, pastikan semua aspek
fisik, mental dan peralatan sudah siap sempurna. Minta ijin baik-baik ke orang
tua sebelum berangkat. Mengko mundak dikiro minggat. Sesampai di check-point
pendakian, laporlah pada petugas setempat. Catatkan nama semua personil dan
berapa hari rencana pendakian. Patuhi semua aturan yang sudah ditetapkan. Ada
gunung yang konon punya pantangan tertentu. Jangan mbagusi coba-coba
melanggarnya. Biasanya, ranger (petugas) gunung setempat akan mengecek juga
peralatan dan logistik. Kalau kurang, anda harus melengkapi. Demi keamanan dan
kebaikan, dan sebagai pendaki gunung yang tidak asal-asalan sangu roti dan
kemulan sarung thok, anda harus mematuhinya.
5. Nah, ini yang paling penting. Selama proses
mendaki, atur tenaga dengan baik. Segala macam diksar dan teori yang pernah
diajarkan, akan dipraktekkan di sini. Nikmatilah tanjakannya, syukurilah bonus
turunannya. Guyonan akan membantu menghilangkan lelah. Sejumput coklat –kalau
tidak punya, ya gulo jowo elah, akan sangat membantu me-recharge energi. Minum
seteguk demi seteguk, secukupnya saja. Saling membantu sesama anggota tim dan
pendaki lain menjadi hal yang indah sekali. Jangan sekali-kali membuang sampang
sepanjang jalan. Kalau anda bawa mie instan 10, ya nanti waktu pulang harus
bawa bungkusnya sejumlah 10. Ingat, gunung bukan tempat sampah. Setelah sampai puncak, luapkan seluruh
perasaan yang ada. Mbengok sak banterem, mumpung ora ono tonggo sing krungu.
Tapi ingat, segera turun kalau sudah jadwalnya turun. Jangan terlena di puncak.
Puncak gunung adalah tempat yang cuacanya bisa berubah dalam hitungan menit.
Apalagi kalau puncak gunung yang masih aktif. Salah menghitung waktu, bisa
fatal akibatnya. Jangan ambil apapun dari puncak gunung. Mundak ono sing melu
bali tekan Pamotan.. Haha.. Kalau mau memetik edelweis, ambillah satu-dua
tangkai saja. Jangan sak pang dijabut kabeh. Itu bunga langka, hanya bisa
tumbuh di gunung saja. Ingat semboyan pendaki yang baik : “tidak mengambil
apapun selain kenangan, tidak meninggalkan apapun selain jejak langkah”. Akhirnya,
berangkat dan pulang dengan sukses dan selamat.
6. Point ini yang sering dilupakan. Mendaki
gunung, khususnya bagi kita anak-anak Reppala, adalah pencapaian besar dan
pantas dibanggakan. Iso dinggo umuk. Untuk itu, dokumentasi adalah hal penting.
Tapi, dokumentasi tidak hanya melulu berupa foto saja. Yang tidak kalah
pentingnya tetapi suangat jarang dilakukan adalah dokumentasi tulisan! Sekali
lagi beruntungnya kita, di Reppala, dokumantasi tulisan sudah sejak dulu
dilakukan. Secara khusus, saya harus berterima kasih kepada Mas Iwan yang waktu
itu melatih saya merintis mendokumentasi tulisan dan arsip Reppala. Dulu, saya
selalu menulis setiap pendakian karena belum usum foto digital apalagi foto
hape, jadi hanya dokumentasi tulisan yang bisa jadi kenangan –sayang,
tulisannya sekarang entah ke mana. Tidak perlu menulis yang susah-susah, cukup
seperti menulis diary saja. Misalnya, jam sekian mulai mendaki, jam sekian
berhenti. Jam sekian istirahat. Ada kejadian begini. Ada panorama begitu. Di
pos ini Oom Upit ketiduran, di tanjakan itu Oom Anang kebelet boker, misalnya
lagi. Begitu saja, yang mudah-mudah saja. Catatan kita, bila digabung dengan
foto-fotonya, akan menjadi sebuah tulisan jurnalistik yang hidup dan bermanfaat
untuk acuan teman-teman yang akan mendaki berikutnya, sekaligus sebagai
kenangan pribadi dan arsip. Hebat, tho?
Selamat ulang tahun untuk Reppala kita.
Selamat ulang tahun untuk Reppala kita.
98126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar