Puncak Argopuro |
Cerita ini terangkat dari
pengalaman pribadi ketika melakukan pendakian di Gn. Argopuro Lasem bukan gunungArgopuro yang berada di Probolinggo Jawa Timur. Pengalaman ini hanya ditemui
sekali tapi cukup membekas sampai sekarang. Tanggal kejadian persisnya agak
lupa, yang pasti sekitar tahun 1995 lampau. Saat itu gunung Argopuro masih
berupa belantara yang penuh dengan vegetasi rimba yang sesungguhnya.
Pada saat
itu, Argopuro dipenuhi tanaman rotan atau Calamus Rotang dan aneka tanaman
perdu yang menjadikan view Argopuro terkesan singup atau angker.
Perjalanan ke Argopuro pada saat
itu sengaja dilakukan malam hari, sebagaimana kebiasaan anak anak Reppala yang
suka mendaki malam hari. Maklum jarak tempuh antara secretariat Reppala dan
Argopuro yang tidak terlalu jauh dan hanya butuh waktu 3 jam saja untuk sampai
ke puncak, sehingga perjalanan malam menjadi alternative paling pas. Bersama 3 pendaki dari Reppala sudah melakukan
persiapan standar langsung meluncur ke desa Ngroto – Kec. Pancur Kabupaten Rembang.
Desa Ngroto ini adalah desa terakhir di lereng Gunung Argopuro, tepatnya di
bilik warung Mbah Dahuri, semua pendaki transit melakukan registrasi
seperlunya.
Perjalanan pendakianpun dimulai
dengan start dari Posko di bilik warung Mbah Dahuri diteruskan melewati rute
utama jalan setapak yang berupa batu belah yang tersusun rapi. Perjalanan normal
dengan penerangan senter tidak menjadi kendala, karena sudah biasa dengan
perjalanan malam. Kalaupun dihitung maka pendakian yang kali itu mungkin sudah pada
hitungan puluhan, banget seringnya. Perjalanan
lanjut dan non stop selama 1,5 jam, dan sempat berhenti ketika 3 kawan pendaki
(Tri Yulianto, Kristina dan Tri Utami) memeriksa kondisi senter yang rupanya
sudah low bat. Dengan satu senter perjalananpun diteruskan meski harus lebih
lamban dari sebelumnya.
Begitu sampai di pertigaan Blok
8, perjalanan sempat terhambat karena senter satu satunya pun ikut ngadat alias
tidak mau menyala. Rombongan berhenti beristirahat sekalian mencoba utak atik
senter supaya bisa berfungsi kembali. Perjalanan sesungguhnya tinggal
menyisakan setengah jam perjalanan lagi sampai ke puncak. Dari pertigaan blok
8, pendaki tinggal ambil navigasi ke arah kanan langsung menuju ke Puncak
Argopuro. Selama istirahat mendadak dikejutkan suara asing , yang terdengar
seperti suara bebek atau itik, dengan sangat jelas dan kuat. Suara “ kwak kwak”
itu semula berasal dari kaki lembah merayap naik sampai di sekitar pertigaan
blok 8. Kami berempat sempat panik menghadapi situasi pada saat itu, antara
heran dan takjub ditambah takut luar biasa. Suara “Kwak Kwak” bukannya segera
pergi dari sekitar lembah dimana kami berdiri melainkan makin keras dan keras. Sambil
tetap berdoa, senter yang kami utak atik itu akhirnya bisa berfungsi. Senter
kemudian kami sorotkan kearah suara yang berada di sekitar kami untuk
memastikan pemandangan yang sesungguhnya. Tidak banyak yang bisa kami lihat, suara “Kwak Kwak” mendadak hilang
secara serentak begitu tersapu sorotan senter. Dalam keadaan keheranan dan
syukur telah keluar dari kesulitan, kami secara terburu buru meneruskan
perjalanan kearah puncak meninggalkan lembah di pertigaan Blok 8.
Selama di puncak Argopuro kami
sama sekali berusaha melupakan kejadian bertemu dengan suara “ Kwak Kwak”.
Paginya kami segera meluncur turun gunung dan transit di Posko Mbah Dahuri.
Disana kami sempat ceritakan pengalaman langka semalam dikepung suara “Kwak
Kwak” dengan orang orang desa. Dari mereka, kami mendapakan
penjelasan bahwa fenomena suara “Kwak Kwak” itu berasal dari bangsa halus yang
oleh warga desa Ngroto disebut Banas Pati Godong.
Apa Info berikutnya ?
Apa Info berikutnya ?