Kisah atau pengalaman melakukan perjalanan maupun
bertualang di alam bebas seringkali
disalah artikan banyak orang sebagai gaya hidup baru yang hanya bisa dikonsumsi
kelompok maupun komunitas tertentu saja. Para penghobby bertualang tentu saja
memaknai aktifitas mereka sebagai salah satu bagian hidup yang sangat berarti.
Dengan melakukan aktifitas bertualang baik dalam bentuk mendaki gunung, jelajah
hutan, arum jeram, susur gua dan sebagainya ternyata memberikan kepuasan
tersendiri dan hanya bisa dirasakan para penghobby itu saja.
Terlepas dari persepsi orang kebanyakan, pilihan
hobby ini dirasakan unik, tidak lazim atau bahkan terkesan justru ekstrim. Tidak
heran bila muncul anggapan bahwa hobby bertualang sering dinilai negative
ketimbang positif. Para penggiat hobby yang ekstrim itu sama dengan penyuka
gaya hidup serba bebas, yang tentu saja belum tentu kebenarannya.
Berefleksi dari seriusnya para penghobby yang
dengan tekun menggeluti aktifitas ekstrim itu mestinya menjadikan penasaran
banyak orang. Bila dipandang aktifitas itu terkesan sama sekali tidak produktif
, tapi mengapa makin ke kini makin banyak peminatnya. Berita incident akibat aktifitas ektrim itu
juga sering didengar melalui media yang terhitung tinggi frekuensinya, namun
begitu justru tidak menjadikan aktifitas bertualang di alam bebas ini makin
berkurang melainkan justru meningkat dari wktu ke waktu.
Etika berinteraksi
Kisah ketekunan penghobby aktifitas ekstrim di alam
bebas ternyata cukup menarik untuk dipahami. Sebagai suatu komunitas, sesama
penghobby yang umumnya tergabung dalam club sejenis maupun sekedar kelompok yang
terbentuk oleh kesamaan hobby anggotanya. Mereka yang mengklaim dirinya sebagai
pendaki gunung, pemanjat tebing, sampai yang menyukai sekedar blusukan di hutan
bisa dipastikan akan memilih klub sejenis sebagai organisasi pilihan yang akan
memberikan ruang untuk mengembangkan hobby sekaligus membangun relasi dengan
sesama hobby. Mereka yang lebih memilih bebas tanpa ikatan organisasi maupun
club cenderung mendeklarasikan sebagai petualang freeland dengan bergabung pada
komunitasnya sendiri.
Yang unik dari keberadaan komunitas sesama penghobby
adalah adanya semacam etika dalam proses interaksi mereka. Adanya tempat
ngumpul dalam bentuk kelompok ini penting artinya sebagai media berinteraksi guna
saling maupun sekedar share di kelompoknya. Sebagai contoh pada komunitas atau
club pendaki gunung di Indonesia, yang menempatkan Kode Etik Pecinta Alam sebagai
norma yang mempedomani seluruh pendaki gunung. Pada Kode Etik Pecinta Alam dengan jelas sudah menuntun setiap pendaki gunung
untuk selalu mengedepankan sisi ketuhanan sebagai bagian yang essensial dalam
aktifitasnya. Termasuk juga deklarasi mutlak bahwa manusia berkewajiban membangun
harmonisasi dengan alam dan manusia yang
berada di sekitarnya.
Sementara sebagai pemanjat tebing juga mengenal EtikaPanjat Tebing yang berisi mengenai kesepakatan tidak tertulis dalam praktek pemanjatan.
Pada kode etik mengatur mengenai pengakuan jalur pemanjatan yang sah maupun
tidak sah, tata cara yang baik mengenai perlakuan terhadap suatu jalur pemanjatan
dan upaya mencegah adanya klaim buta
terhadap jalur pemanjatan.
Di luar etika pendaki gunung dan pemanjat tebing
masih ada banyak lagi etika yang secara spesifik mengatur dalam aktifitas
bertualang. Secara keseluruhan etika yang berlaku dimaksudkan untuk memahamkan para
penghobby bahwa keberadaan manusia sesungguhnya sangat kecil di alam semesta
ini, dengan begitu manusia harus berendah hati dan selalu ingat bahwa keberadaan
Tuhan adalah awal mula dari seluruh ciptaan. Adanya kesadaran bahwa manusia
sangat kecil alam semesta maka setiap manusia haruslah sadar akan selalu
membutuhkan sesamanya.
Apa info selanjutnya ?
Apa info selanjutnya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar