Baru-baru ini media melaporkan
seekor kucing di Belgia terpapar Corona dari pemiliknya yang merupakan pasien
Covid-19, meski otoritas setempat menyebut kasus kontaminasi dari hewan
peliharaan ini perlu diuji secara seksama. WHO belum bisa memastikan soal potensi
penularan terhadap hewan, namun para ilmuwan menyarankan agar manusia untuk
menerapkan standar kebersihan saat berurusan dengan hewan sebagai tindakan
pencegahan.
Kamu tahu kan saat ini
di seluruh dunia terjadi peningkatan pada banyak penyakit menular termasuk
beberapa jenis yang baru beredar seperti HIV/AIDS, hepatitis C, SARS, virus
Hanta hingga Covid-19, dll. Kata World Health Organization (WHO),
fenomena ini mencerminkan dampak gabungan dari perubahan cepat demografis,
lingkungan, sosial, teknologi dan lainnya dalam cara hidup kita. Perubahan
iklim juga akan mempengaruhi terjadinya penyakit menular. [1]
Perantara infeksi
ternyata sangat bervariasi dalam ukuran, jenis dan cara penularannya. Spesies
non-manusia merupakan tempat menyimpan (reservoir) alami bagi perantara
infeksi yang menyebabkan ”zoonosis.”
Anthroponosis
yang ditularkan langsung seperti HIV/AIDS dan campak. Zoonosis misalnya Rabies.
Ada penularan secara tidak langsung, ditularkan melalui vektor, anthroponosis
yaitu Malaria, demam berdarah, demam kuning dan zoonosis yakni Pes dan Lyme
Pernah dengar Istilah
Zoonosis? Zoonosis merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan
atau serangga ke manusia, atau sebaliknya. Flu burung salah satu dari sekian penyakit yang
ditularkan dari hewan ke manusia, termasuk antraks, demam berdarah, ebola,
malaria, rabies, kurap, Salmonella, E. coli, flu babi dsb.
Hubungan Kehancuran
Hutan dan Penyakit Zoonosis
Diperkirakan 58% penyakit menular
bersifat zoonosis dan 73% dari patogen (parasit/bahan yang
menimbulkan penyakit) yang muncul. [2] Lebih dari dua pertiga penyakit
zoonosis berasal dari satwa liar loh!
Telah terjadi
peningkatan besar penyakit muncul dalam 50 tahun terakhir yang diyakini
terutama kelakuan invasi manusia ke hutan atau alam liar tempat habitat hewan.
Lalu “hotspot” penyakit ternyata ada wilayah tropis termasuk Indonesia.
[3] Satu studi memperkirakan sekitar
30% wabah penyakit baru seperti virus Nipah, Zika, dan Ebola di Afrika
berkaitan erat dengan perubahan dan penggunaan lahan.
Deforestasi atau
pembabatan hutan khususnya di hutan tropis merupakan pintu masuk awal kontak
manusia dengan populasi satwa liar, melalui patogen zoonosis dimana manusia
belum pernah terpapar sebelumnya, termasuk virus dan bakteri. Hal ini
meningkatkan peluang munculnya penyakit zoonosis. Belum lagi praktik deforestasi
masih terus terjadi dan bakal meningkatkan wabah penyakit.
(bagan laporan IDEEAL)
Penebangan hutan,
perburuan, hingga perdagangan satwa liar menimbulkan resiko besar bagi
penularan antar spesies dan dampaknya dapat meluas ke seluruh dunia karena
menggunakan perjalanan internasional serta faktor kepadatan populasi yang
tinggi. Bukan hanya penggundulan hutan tropis yang meningkatkan risiko penularan
penyakit antara satwa liar dan manusia, tetapi penebangan selektif malah
menimbulkan bahaya yang lebih besar, karena area penebangan ini punya
keanekaragaman hayati lebih banyak daripada di area hutan yang terbakar. Maka
kemungkinan kontak dengan penyakit zoonosis jauh lebih masif. [5]
Namun, ada juga penelitian yang juga menunjukkan bahwa hilangnya keanekaragaman hayati cenderung meningkatkan risiko penyakit menular. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman yang tinggi membantu melindungi manusia dari penularan penyakit dari nyamuk karena sistem penyangga alam melindungi kita dari penyakit.
Contoh Penyakit yang
Berawal dari Hilangnya Hutan Akibat Ulah Manusia
Ebola
Ebola pertama kali diidentifikasi
pada tahun 1976 di Sudan Selatan dan Zaire (sekarang DRC) di dekat sungai
ebola. Sementara
itu, tercatat hampir 13.000 kematian
akibat Ebola yang sebagian besar terjadi di wilayah Afrika Barat pada 2014 –
2016. Meskipun masih sedikit
informasi tentang penyebab wabah ini, namun banyak penelitian yang menghubungkan Ebola dengan hilangnya hutan. Bahkan di 2018 gejala yang mirip virus
ebola kembali ditemukan.
Malaria
Malaria memiliki kaitan
erat dengan penggundulan hutan. Satu studi di Amazon menunjukkan bahwa
peningkatan deforestasi sebesar 4 persen peningkatan malaria akibat hampir 50 persen nyamuk berkembang
dalam campuran sinar matahari dan air di daerah yang baru-baru ini digunduli. Deforestasi
juga dikaitkan dengan wabah malaria di Kalimantan. [6] Diperkirakan malaria
menewaskan lebih dari 400.000 orang pada 2018.
Penyakit Lyme
Di Amerika Serikat
penyebaran penyakit Lyme merupakan hasil dari pengurangan dan fragmentasi hutan
yang menyebabkan penurunan besar pada predator, yang menyebabkan peningkatan
berikutnya pada tikus putih, yang merupakan reservoir untuk bakteri lyme. Di Ontario,
Kanada Timur, hilangnya hutan juga dikaitkan dengan peningkatan populasi tikus
putih dan potensi penyebaran penyakit Lyme. Penyakit ini menyebar dari tikus putih melalui kutu
hitam.
Jadi masih belum
percaya kalau hutan itu penting buat gak di otak-atik?
Sudah saatnya di masa-masa
krisis iklim seperti ini, lebih baik kamu percaya ilmuwan ketimbang para
politisi atau pengusaha yang serakah mengeksploitasi hutan dan alam…
Catatan:
[1] Patz, J.A., et
al., Effects of environmental change on emerging parasitic diseases. Int J
Parasitol, 30(12-13): p. 1395-405 (2000).
[2] Woolhouse, M.E.J.
and Gowtage-Sequeria, S. (2005). Host range and emerging and reemerging
pathogens. Emerging Infectious Diseases, 11, 1842–1847. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3367654/pdf/05-0997.pdf
[3] Robbins J (2012)
The Ecology of Disease, The New York Times, accessed on 17/3/2020 from https://www.nytimes.com/2012/07/15/sunday-review/the-ecology-of-disease.html?auth=linked-google
[4] Destroyed Habitat Creates the Perfect
Conditions for Coronavirus to EmergeCOVID-19 may be just the beginning of mass
pandemics, By Jhon Vidal :
https://www.scientificamerican.com/article/destroyed-habitat-creates-the-perfect-conditions-for-coronavirus-to-emerge/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar