Issue
lunturnya nilai nilai gotong royong di masyarakat mungkin sudah disadari cukup
lama. Bukti bukti yang menunjuk lunturnya nilai gotong royong itu jelas tampak dari
jarangnya aktifitas kerja bhakti atau gugur gunung pada sebagian di masyarakat
kita, utamanya di lingkungan perkotaan. Saat ini mungkin tidak mengenal istilah
“sambatan” yang dahulu di pedesaan
dijadikan sebagai media saling tolong menolong sesama warga. Termasuk juga jaga ronda yang dahulu menjadi primadona jajaraan kepolisian saat ini mulai tidak aktif lagi.
dijadikan sebagai media saling tolong menolong sesama warga. Termasuk juga jaga ronda yang dahulu menjadi primadona jajaraan kepolisian saat ini mulai tidak aktif lagi.
Keprihatinan
memudarnya semangat kebersamaan di masyarakat ini, semestinya disikapi dari
sekarang. Seperti yang dilakukan Karang Taruna Pandu Wira Bhakti Kelurahan
Magersari – Rembang. Achmad Rif’an
selaku ketua memahami persoalan social ini kemudian menginisiasi gerakan yang
bertajuk “Kirab Remaja Peduli Gotong Royong”. Arti harfiah gerakan ini mungkin
berbeda dengan pemahaman opini public, karena kirab remaja tidak berupa pawai
atau arak arakan remaja melainkan kegiatan kerja bhakti gotong royong yang bergilir. Idenya cukup sederhana, berawal dari rendahnya
semangat kebersamaan warga sehingga berpengaruh pada turunnya kepedulian
terhadap seluruh urusan yang berbau public.
Melalui
gerakan tersebut, Karang Taruna berusaha menjadi barisan terdepan dengan mengajak
warga Magersari menghidupkan kembali nilai gotong royong dalam bentuk kerja
bhakti yang berbayar. Jadwal kerja
bhakti disetting sedemikian rupa sehingga wilayah dukuhan atau RT tertentu yang
kebagian jadwal harus bersedia menunjukkan dukungan dalam bentuk partisipasi
warganya termasuk juga mengeluarkan bantuan sekedarnya. Kegiatan ini sendiri
cukup sukses ketika dimuali jumat 13 Maret 2015 lalu dimana dukungan dari
anggor Karang Taruna cukup banyak dan ditambah partisipasi dari warga RT 01 RW
01 kelurahan Magersari – Rembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar