Blog
ditulis oleh Bustar Maitar - 29 Oktober, 2013 di 11:05 komentar
Saya
biasanya tidak ingin berbicara terlalu cepat, namun rasanya risiko bahwa Asia
Pulp and Paper (APP) akan mengingkari janji nol deforestasinya semakin
berkurang setiap bulan. Mengingkari janji yang diikrarkan secara meluas kepada
pembelinya dapat merupakan bunuh diri secara komersial.
Sudah
sembilan bulan sejak APP, perusahaan pulp dan kertas terbesar di Indonesia
menyatakan menghentikan deforestasi untuk pemenuhan kebutuhan pabrik buburnya.
Pada Februari lalu, APP meluncurkan kebijakan perlindungan hutan (FCP) yang
berjanji melindungi seluruh sisa hutan hujan dan kawasan gambut di dalam
konsesi pemasoknya.
Seperti
diketahui sebelumnya, APP telah membuat beberapa kali kebijakan serupa namun
mengingkarinya. Tapi kali ini konteksnya berbeda. Hal pentingnya adalah
orang-orang kunci di senior tim manajemen benar-benar berkomitmen membuat hal
ini terjadi. Oleh karena itu kami sepakat untuk menahan kampanye guna
memberikan waktu kepada perusahaan untuk menempatkan kebijakan nol
deforestasinya ke dalam tindakan nyata.
Sejak
Februari, tim kami terus memantau perusahaan secara dekat, termasuk beberapa
kali dialog dengan staf APP dan mitra konservasi dan para penilai dalam
menjalankan pelaksanaan kebijakan tersebut. Masih ada dan tetap terus akan ada
banyak tantangan. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan utama yang disampaikan
dalam laporan kemajuan tersebut.
Sebaik
apa APP menjalankan kebijakan pelarangan pembukaan hutan, dan bagaimana
menyikapi setiap pelanggaran?
Mari kita
mulai dengan meletakkannya pada sudut pandang ini. Sebelum Februari lalu,
penyuplai APP membuka ribuan hektar hutan hujan setiap bulan-nya. Namun sejak
Februari, hampir seluruhnya berhasil dihentikan pasokannya dari pembukaan hutan
atau penghancuran kawasan baru bergambut, ini berarti ada pencapaian.
Namun
demikian, APP bersama dengan mitranya TFT, telah mengkonfirmasi tentang dua
kasus - atas pembukaan hutan yang melanggar kebijakan (FCP) moratorium –
satu diidentifikasi melalui penyelidikan LSM dan kedua melalui proses review
internal APP. Total luas hutan yang hilang diperkirakan 140 hektar.
Kesimpulan: Secara menyeluruh, pelaksanaan
moratorium hutan dan gambut telah cukup sukses, walaupun identifikasi
kasus-kasus mengungkapkan kegagalan dalam pengawasan internal dan proses
persetujuan. Greenpeace menyambut baik keputusan APP yang secara sukarela
mengungkapkan pelanggaran terbarunya dari komitmen FCP.
APP harus
memastikan bahwa tidak ada lagi pelanggaran lainnya ke depan atas moratorium
hutan dan gambut.
Apa
kemajuan yang sudah dibuat pada penilaian yang diperlukan untuk mengidentifikasi
kawasan-kawasan perlindungan untuk sosial, lingkungan dan nilai karbon?
Penilai
APP telah mengevaluasi lebih dari dua juta hektar konsesi untuk menentukan mana
kawasan hutan alam dan mana yang bernilai konservasi penting lainnnya dan bagaimana
kawasan itu harus dilindungi dan dikelola.
Penilaian
HCS dan HCV akan lengkap pada tahapan yang berbeda untuk kawasan yang berbeda
di seluruh Indonesia, dan yang pertama dijadwalkan selesai pada akhir tahun
2013. APP dan mitranya kemudian akan perlu mengubah rekomendasi dari penilaian
ke dalam rencana pengelolaan yang memastikan seluruh hutan dan wilayah
konservasi lainnya dilindungi.
Kesimpulan: Pada areal yang dimaksud, dengan baik APP telah
memprioritaskan penilaian terhadap konsesi-konsesi yang hampir seluruh
wilayahnya berhutan. Bagaimana rekomendasi dari penilaian-penilaian itu diubah
ke rencana pengelolaan akan menjadi ujian penting bagi komitmen APP dalam
meninggalkan deforestasi.
Bagaimana
itu bisa menyelesaikan permasalahan konflik sosial yang masih ada?
APP
berhasil mengidentifikasi sejumlah kawasan utama dan telah menandatangani
kesepakatan dengan masyarakat lokal di Senyerang untuk menyelesaikan sengketa
yang telah berjalan panjang. Ada juga proses yang sedang dijalankan untuk
menyelesaikan konflik lainnya di Provinsi Riau, Jambi dan Sumatra Selatan.
Kesimpulan: Saya terkesan oleh berapa kemajuan
yang telah dibuat APP untuk mulai menyelesaikan konflik-konflik dengan
masyarakat lokal. Bagaimanapun APP perlu membagi pekerjaan pemetaan konflik
yang sekarang masih dilakukan dengan pemangku kepentingan yang relevan dan
mengidentifikasi wilayah utama lainnya.
Masalah-masalah
apa yang masih perlu penyelesaian?
Penyuplai
di masa yang akan datang
Satu
persoalan utama yang teridentifikasi dalam laporan kemajuan kami terkait dengan
kekhawatiran rencana perluasan APP yang sedang berlangsung, termasuk apakah ada
penyuplai baru atau di masa mendatang yang sedang dinilai di tingkat yang sama
detail dengan daftar pemasok dan konsesi saat ini.
Kesimpulan: Sangat penting bahwa APP telah
menetapkan rencana bagi penyuplai baru dan masa depan dalam kebijakan FCP-nya.
Greenpeace menyambut baik keputusan APP untuk mengembangkan sebuah kebijakan
untuk mengatasi bagaimana FCP diterapkan bagi pemasok kayu masa depan.
Perluasan
Pabrik
APP dalam
waktu dekat akan membangun pabrik bubur kertas di Sumatra, yang akan menambah
lebih dari 7 juta ton pasokan kayu per tahun. Meskipun pemasok APP telah siap
membangun kebun akasia secara besar-besaran di sekitar pabrik baru, namun hal
tersebut belum cukup jelas apakah seluruh penyuplainya bisa memproduksi serat
kayu tanaman yang cukup untuk memenuhi kombinasi permintaan bubur kertas untuk
tiga pabrik bubur kertas APP di Indonesia.
Kesimpulan: Sangat penting bahwa setiap perluasan
kapasitas pabrik bubur kertas APP di Indonesia atau di wilayah mana pun di
dunia harus sepadan dengan ketersediaan serat kayu kebun. Bagaimana pun APP
harus mengungkapkan kepada publik bagaimana itu dirancang yang memastikan
permintaan seluruh pabrik kertasnya memenuhi 100% serat kayu kebun dari
pemasok-pemasok yang menyetujui kebijakan perlindungan hutannya (FCP).
Bagaimana
dengan sejarah deforestasi APP?
APP telah
menghancurkan hutan hujan selama lebih dari dua puluh tahun terakhir.
Greenpeace dan sejumlah LSM lainnya percaya bahwa APP harus bertanggungjawab
atas pembukaan hutan sebelumnya. Dalam hal ini, APP telah berdiskusi dengan
sejumlah organisasi konservasi dan secara aktif mempersiapkan inisiatif
restorasi atau konservasi tingkat lansekap, yang akan membicarakan hasil
penilaian HCV/HCS. Prioritas lansekap ini untuk operasinya di Indonesia.
Kesimpulan: Sangat penting APP berjanji untuk
melindungi hutan dan gambut serta mengakui warisan deforestasinya. Jika cukup
ambisius, inisiatif tersebut dapat mengatasi warisan deforestasi tersebut.
Bagaimana
dengan pembeli terdahulu? Apakah mereka sudah boleh mulai membeli lagi dari
APP?
Greenpeace
mengingatkan bahwa setiap perusahaan yang berniat kembali melanjutkan
perdagangan dengan APP harus menerapkan kondisi ketat untuk kontrak komersial
yang membutuhkan kemajuan lanjutan terhadap kebijakan perlindungan hutan dan
isu-isu kebijakan yang masih didiskusikan dalam ulasan ini, seperti
perlindungan hutan/restorasi.
Secara
khusus, mereka harus mencari kepastian tidak akan ada lagi pelanggaran atas
moratorium pembukaan hutan dan pengembangan gambut, seperti yang digariskan dalam
FCP. Lebih penting lagi, mengingat komitmen FCP APP sepertinya berdiri atau
jatuh tergantung pada kualitas dan solidnya rekomendasi konservasi dan
pengelolaan dari senior manajemen APP, mereka (pembeli) harus menilai apakah
kemajuan penting telah dibuat berdasarkan bagaimana perusahaan menanggapi
rekomendasi-rekomendasi pengelolaan lansekap.
Siapa
lagi yang harus diajak untuk memastikan kesuksesan dari inisiatif perlindungan
hutan Indonesia ini?
Sangat
jelas bahwa ancaman terbesar dari pengelolaan hutan di sektor bubur kertas di
Indonesia saat ini berasal dari aktifitas
APRIL, bagian dari kelompok Raja Garuda Mas. Greenpeace secara
aktif tidak akan menganjurkan perusahaan-perusahaan berbisnis dengan APRIL atau
perusahaan satu kelompoknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar